Indonesia, negara yang dikenal akan kekayaan budaya dan keindahan alamnya, juga merupakan rumah bagi salah satu makanan yang paling ikonik dan bernilai gizi di dunia: tempe. Tempe, makanan tradisional yang terbuat dari kedelai yang difermentasi, telah menjadi bagian integral dari masyarakat Indonesia selama berabad-abad. Namun, belakangan ini, pesona tempe telah menyebar ke seluruh dunia, diakui sebagai makanan yang sehat, lezat, dan berkelanjutan.
Sumber pangan yang begizi, lezat, dan berkelanjutan menjadi trend masyarakat saat ini. Masyarakat kini sudah mulai sadar akan pentingnya menjaga lingkungan hidup. Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah terkait penggunaan air yang lebih bijak. Tempe sebagai salah satu bahan pangan yang cukup popular di Indonesia, tentunya juga memerlukan air dalam proses produksinya. Meskipun kebutuhan air untuk produksi tempe tidak sebesar produksi sumber pangan hewani, namun air yang digunakan pada pembuatan tempe secara konvensional masih tergolong cukup besar.
Proses pembuatan tempe secara konvensional terdiri dari beberapa variasi, namun secara umum proses pembuatan tempe melibatkan tahapan pengupasan, pencucian, perendaman, perebusan atau pengukusan, pendinginan, fermentasi, dan pengemasan. Beberapa tahapan seperti pencucian, perendaman, dan perebusan dapat dilakukan beberapa kali. Hal ini tentunya membutuhkan jumlah air yang cukup besar. Untuk memproduksi 1 kg tempe, dibutuhkan air sekitar 20 L, dan menghasilkan limbah air sebesar 19 L.
Salah satu teknologi terkini untuk mengatasi hal ini adalah menggunakan alat pengupas kering. Dengan alat ini, penggunaan air untuk proses pengupasan dapat dihilangkan. Selain itu, proses perendaman juga dapat dioptimalkan dengan mengurangi jumlah air sehingga tidak berlebih. Proses perendaman secara anaerobic dapat mengoptimalkan pertumbuhan mikrobia yang dikehendaki sehingga proses perendaman tetap dapat berjalan dengan baik meski jumlah air yang dikurangi. Selain itu proses perebusan juga dapat dilakukan dengan menggunakan air rendaman untuk mengurangi jumlah air yang digunakan.
Secara keseluruhan, tempe sebenarnya berpotensi untuk digunakan sebagai bahan pangan yang ramah lingkungan. Proses produksi tempe membutuhkan jumlah air yang lebih sedikit dibandingkan dengan bahan pangan hewani. Optimasi proses produksi tempe dapat dilakukan untuk meminimalisir air yang dibutuhkan. Hal ini dapat berdampak pada penurunan kebutuhan air secara global. (Benediktus Yudo Leksono, S.T.P., M.Sc.)